Selasa, 18 Februari 2014


Hai sobat, kali ini Riang mencoba menceritakan hasil observasi lapang selama praktek lapang di Toraja.Mata kuliah "Geografi Budaya" ini bagi Riang sangat menyenangkan.Kenapa ? Disamping kita belajar teori-teori dan konsep budaya dari para ahli budaya.Melalui mata kuliah ini dapat memperdalam pengetahuan kita tentang budaya kita sendiri khususnya di Sulawesi Selatan tepatnya di Tana Toraja.Namun, dalam tulisan kali ini Riang tidak memaparkan inti daripada budaya Tana Toraja itu sendiri namun lebih berorientasi ke tempat-tempat yang yang menarik para pengunjung untuk didatangi sebagai tempat wisata.Info lebih lengkapnya yuuukss kita simak laporan singkatku.Heheheeeee .....
1.      Pasar Bolu
Pasar Bolu di Toraja merupakan pasar hewan yang merupak titik pertama penelitian kita dalam Praktek Lapang di Tana Toraja. Pasar ini terletak pada titik koordinat 20 570 42,90 LS dan 1190 590 40,20 BT. Seperti yang dikatakan sebelunya, hewan yang dominan diperjualbelikan di pasar ini adalah babi dan kerbau.
Babi mayoritas di datangkan dari tana toraja sendiri, begitupun dengan pedaganya. namun kerbau, kenbanyakan di datangkan dari luar daerah. Begitupun dengan penjualnya. Para pedagang kerbau, mayoritas pendatang dari Palu, Palopo, Mamasa dan bebrerapa daerah lainnya. Mereka dating untuk menjual Kerbau di daerah tersebut karena harga penjualan di Tana Toraja sangat tinggi di bandingkan di daerah asli mereka.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan di pasar tersebut ternyata harga babi cukup tinggi begitu pun dengan harga kerbau. Harga babi yang paling rendah mencapai Rp.500.000,00 itu pun jenis babi yang kecil sedangkan harga babi yang paling tinggi biasanya mencapai Rp 3.000.000,00. Penjualan babi mahal atau murahnya tergantung dari ukuran, dan warna kulit babi. Semakin besar ukuran babi maka harga penjualan semakin tinggi pula dan semakin hitam warna kulit babi maka harga penjualan juga terbilang sangat tinggi
Sedangkan untuk penjualan Kerbau, harga penjualan tergantung dari Janis kerbau tersebut. Kerbau ditinjau dari jenis kulitnya terdiri dari 7 jenis,yaitu :
1.Tedong Bulan (kerbau putih ), biasanya tedong ini tidak memiliki nilai kecuali yang bermata “Eropa” (memiliki lingkaran mata yang tajam) harganya biasa mencapai    Rp 80.000.000,00.
2.Tedong Puddu’(kerbau hitam)
3.Tedong Balian, biasanya jenis kerbau ini khususnya yang jantan harus dikebiri.
4.Tedong Bonga, adalah jenis yang paling mahal harganya (tedong salekko)
5.Tedong Sorri
6.Tedong Hullung
7.Tedong To’di
            Kerbau ditinjau dari bentuk tanduknya terdiri dari 3 jenis, yaitu :
1.Tedong yang memiliki tanduk berbentuk mengarah ke bawah.
2.Tedong yang memiliki tanduk satu mengarah kebawah dan satu mengarah ke atas.
3.Tedong yang memiliki bentuk tanduk mengarah ke atas.
Kerbau ditinjau dari panjang tanduknya terdiri dari 4 jenis, yaitu:
1.Tedong Sanglengo, yaitu tedong yang panjang  tanduknya sepanjang telapak tangan.
2.Tedong Sangpala’, yaitu tedong yang panjang tanduknya sepanjang telapak tangan + satu jengkal.
3.Tedong alatari’, yaitu tedong yang panjang tanduknya sekitar ¾ dari panjang lengan.
4.Untuk jenis tedong yang ke-4, penulis tidak tau apa nama tedongnya dan berapa ukurannya.
 Dari berbagai jenis kerbau, Kerbau Saleko memiliki harga atau nilai yang paling mahal dan biasa harga penjualannya mencapai Rp 750.000.000,00 karena memiliki warna kulit yang belang-belang serta memiliki bola mata yang bercincin. Dan memilki arti tersendiri bagi kepercayaan orang-orang di Tana Toraja. Dan harga terendah biasanya mencapai Rp 17.000.000,00 itu pun jenis Kerbau Hitam (tedong Sangpala’). Tetapi harga penjualan Kerbau biasa juga di lihat dari ukuran Kerbau tersebut makin besar Kerbau maka harga penjualannya juga tinggi begitupun sebaliknya. Hanya saja kebanyakan harga penjualan dilihat dari jenis kerbau tersebut.
2.      Tongkonan Pallawa
Merupakan Lokasi ke-2 yang kami kunjungi selama praktek lapang. Tongkonan Palawa' terletak sekitar 12 km dari kota Rantepao di kecamatan Sa'dan.. Lokasi ini terletak pada titik koordinat 020 590 260  LS dan 1190 560 220 BT tepatnya di Kecamatan Sesean.
Pallawa merupakan salah satu tujuan wisata di Kabupaten Toraja Utara yang memiliki 11 rumah-rumah tongkonan, rumah adat tana toraja. Dan setiap tongkonan memiliki pasangan yang dinamakan Alang atau Lumbung Padi, dan di belakang Tongkonan terdapat Liang yang merupakan tempat kuburan sementara jasat yang telah meninggal. Tongkonan selalu menghadap Utara dan Lumbung selalu menghadap Selatan. Menurut sejarah Tongkonan menghadap di utara supaya sisi kanan Tongkonan mendapat banyak sinar matahari pada pagi hari karena matahari merupakan sumber kehidupan manusia. Menurut masayarakat setempat, alang merupakan penyambung silaturahmi antar keluarga dan masyarakat lain untuk urusan dunia, sedangkan liang menyambung silaturahim untuk urusan akherat.


Gambar 1.3
Pallawa merupakan salah satu tujuan wisata di Kabupaten Toraja Utara yang memiliki 11 rumah-rumah tongkonan, rumah adat tana toraja. Dan setiap tongkonan memiliki pasangan yang dinamakan Alang atau Lumbung Padi, dan di belakang Tongkonan terdapat Liang yang merupakan tempat kuburan sementara jasat yang telah meninggal. Tongkonan selalu menghadap Utara dan Lumbung selalu menghadap Selatan. Menurut sejarah Tongkonan menghadap di utara supaya sisi kanan Tongkonan mendapat banyak sinar matahari pada pagi hari karena matahari merupakan sumber kehidupan manusia. Menurut masayarakat setempat, alang merupakan penyambung silaturahmi antar keluarga dan masyarakat lain untuk urusan dunia, sedangkan liang menyambung silaturahim untuk urusan akherat. Jadi dengan kata lain, hubungan kekeluargaan di tana toraja sebenarnya sangat kental (erat).Fungsi lain daripada tongkonan itu, yakni : sebagai tempat bernaungnya anak turunan toraja dan untuk penempatan sementara untuk keluarga mereka yang meninggal.Makna tongkonan bagi masyarakat Tana Toraja yakni sebagai alat pemersatu keluarga di dunia.Sedangkan,liang diyakini sebagai alat pemersatu keluarga di Puya’ (Akhirat).
Makna ukiran yang ada di Tongkonan :
·         Simbol Pa’bale Allo, menunjukkan bahwa segalanya berasal dari kekuasaan Tuhan.
·         Simbol Pa’manuk Londong, artinya kearifan dan kebijaksanaan
·         Simbol Pa’doti Langi’, artinya salah satu dari anggota keluarga mereka harus ada yang mencapai langit.Maksudnya, salah satu dari anggota keluarga mereka harus ada yang sukses yang bisa dijadikan teladan.
·         Simbol Pa’kapu baka’, artinya Mampu menyimpan rahasia keluarga.
·         Simbol Pa’ulunna karua, artinya ada 8 nenek moyang Toraja yang cerdas
·         Simbol Pattedong, artinya kekayaan dan kesejahteraan.
·         Simbol Pa’ulu Wae, artinya diharapkan dalam bertindak atau mengerjakan segala sesuatunya dengan gesit atau lincah.
·         Simbol Pa’daun Paria, artinya biarpun pahit asalkan untuk kebaikan sebaiknya didengarkan
Orang Toraja memilik prinsip, “Hidup untuk mati”.Selain itu, di tempat wisata ini juga terdapat pembuat kerajinan tenun dan penjual buah tangan khas toraja.Salah satu keunikan dari Tongkonan adalah di depan Tongkonan di hiasi dengan tanduk kerbau dan rahang babi yang memiliki arti di tengah-tengah masyarakat sebagi bukti bahwa telah di adakannya pesta kematian bagi keluarga tersebut, semakin banyak tanduk kerbau berarti sudah beberapa kali melakukan pesta kematian, serta menunjukkan pula tingkat strata social social keluarga tersebut tinggi.
Selain itu di dalam rumah Tongkonan memiliki tiga ruangan yaitu ruangan depan merupakan tempat tidur untuk keluarga yang dituakan, yang menandakan penghormatan bagi orang yang paling tua, dan ruangan tengah merupakan dapur untuk keluarga tersebut, sedangkan pada ruangan belakang merupakan tempat tidur untuk anaknya yang sudah berkeluarga.
3.      Batutumonga
Batutumonga merupakan lokasi ketiga yang kami kunjungi.Untuk mengunjungi lokasi ini memerlukan ± 1 jam untuk sampai di lokasi dengan perjalanan yang luar biasa ekstrim.Disepanjang jalannya adalah tebing dan jalanan yang rusak dan kondisi cuaca yang kurang mendukung karena saat itu adalah musim hujan.Di lokasi ini dapat dilihat ada 2 jenis liang yaitu liang pa’ (kuburan batu) dan patane’ (kuburan dibuat dari campuran semen).Selain daripada liang di Batutumonga yang ketinggian mencapai ± 2000 kaki pemandangan alam disana begitu luar biasa.Kita dapat melihat keseluruhan wilayah Toraja.
4.      Bori parinding
Simbuang ini dikenal dengan simbuang megalitikum. Bentuk simbuangnya banyak dipengaruhi oleh teknologi. Rante (lapangan) yaitu tempat upacara pemakaman secara adat yang dilengkapi dengan 100 buah menhir/megalit yang dalam Bahasa toraja disebut Simbuang Batu. 102 bilah batu menhir yang berdiri dengan megah terdiri dari 24 buah ukuran besar, 24 buah ukuran sedang dan 54 buah ukuran kecil. Ukuran menhir ini mempunyai nilai adat yang sama, perbedaan tersebut hanyalah faktor perbedaan situasi dan kondisi pada saat pembuatan/pengambilan batu.
Megalit/Simbuang Batu hanya diadakan bila pemuka masyarakat yang meninggal dunia dan upacaranya diadakan dalam tingkat Rapasan Sapurandanan (kerbau yang dipotong sekurang-kurangnya 24 ekor).Di Rante Bori ini terdapat lakian dan balla Kayyang.Lakian merupakan tempat penyimpanan sementara sebelum mayat dibawa ke kuburan.Balla Kayyang merupakan menara tempat pembagian daging untuk para tamu.
Gambar 1.5
5.      Kete’kesu
Gambar 1.6
Ke'te' Kesu' adalah objek wisata yang terletak dikampung Bonoran yang berjarak 4 km dari Kota Rantepao, telah ditetapkan sebagai salah satu Cagar Budaya yang perlu dilestarikan/ dilindungi. Objek wisata ini sangat menarik, oleh karena memiliki suatu kompleks perumahan adat Toraja yang masih asli, yang terdiri dari beberapa Tongkonan, lengkap dengan Alang Sura' (lumbung padinya). Objek wisata ini dilengkapi pula dengan areal upacara pemakaman (rante), kuburan (liang) purba dan makam-makam modern, namun tetap berbentuk motif khas Toraja, pemukiman, perkebunan dan persawahan Sekaligus para pengunjung dapat menyaksikan seni ukir Toraja di lokasi ini.
Setiap tongkonan  dilengkapi dengan alang dan liang. Tongkonan dibangun menghadap ke utara untuk mengingat tempat kedatangan nenek moyang yang berasal dari laut cina. Alang dibangun menghadap keselatan yaitu menghadapi tongkonan, alang berhadapan langsung dengn tongkonan dianggap sebagai lambang kemakmuran yaitu lumbung padi. Sedangkan liang berada dibelakang tongkonan. Liang dianggap sebagai pesatuan masyarakat Tana toraja yang sudah meninggal. Di sekitar tongkonan/ liang terdapat bamboo karena bamboo merupakan hal pokok dalam pembuatan tongkonan maupun upacara-upacara yang lain
Sekitar 100 meter di belakang perkampungan ini terdapat situs pekuburan tebing berupa liang dengan kuburan bergantung, dan tau-tau dalam bangunan batu yang diberi pagar. Tau-tau ini memperlihatkan penampilan pemiliknya sehari-hari. Perkampungan ini juga dikenal dengan keahlian seni ukir yang dimiliki oleh penduduknya dan sekaligus sebagai tempat yang bagus untuk berbelanja souvenir.




6.      Londa (perkuburan Alam)
Gambar 1.7
Londa merupakan salah satu objek wisata yang di kenal dengan perkuburan alamnya.  Londa  merupakan daerah  pemakaman dari bebatuan kapur.  Pemakaman masyarakat dilakukan dengan memasukkan peti-peti mayat ke dalam gua.
Perkuburan alam ini memiliki tiga tingkatan yaitu pertama di dalam gua/ dasar gua untuk penguburan masyarakatdengan strata bawah,  strata menengah  di bagian tengah dinding tebing karst, dan untuk bangsawan di bagian tertinggi
Cara peletakan Erong yang ada di atas ini dilakukan dengan memanjat tebing. Semakin di atas posisi Erong, semakin menunjukkan derajat seseorang. Biasanya Erong yang diletakkan di atas itu merupakan milik bangsawan. Kaya atau miskin orang Toraja baru bisa dinilai saat sudah meninggal dunia. Umumnya orang yang kaya akan memotong kerbau dalam jumlah yang cukup banyak. Selain itu dalam proses penguburannya akan menggunakan keranda yang berbentuk Tongkonan. Sementara bagi yang miskin biasanya keranda yang digunakan hanya terbuat dari bambu yang disusun saja. Saat masih hidup, paling mudah melihat kaya atau miskinnya orang Toraja adalah dari rumahnya. Konon yang sudah memiliki Tongkonan merupakan bangsawan.
7.      Museum BT kalando
Sejarah tentang toraja dapat diperoleh di museum BT. Kalando. Museum BT. Kalando didirikan oleh puang samboligi. Di museum tersebut terdapat benda-benda mitos dan bersejarah.  Salah satu benda bersejarah di tempat tersebut adalah  biji mangga sebesar batok kelapa. Pemilik biji mangga tersebut adalah laki padada, salah satu tokoh yang menjadi symbol kabupaten toraja. Patung laki padada ini terdapat di kota Makale.
Gambar 1.8
Sejarah hidup Laki Padada hingga di jadikan tokoh kab. Toraja yaitu:
a)      Keris patah
Filosofi tentang laki padada “dalam hidupnya bercita-cita hidup untuk tidak mati”. Untuk memenuhi ambisinya dia menerima wahyu untuk bertapa  selama 7 hari 7 malam tanpa tidur. Dalam pertapaannya tersebut dia ditemani sebilah keris.  Setelah menyelesaikan  tantangan tersebut laki padada menuntut haknya, lalu pemberi wahyu  meminta laki padadauntuk mencabut kerisnya. Ketika laki padada mencabut kerisnya ternyata kerisnya patah . maka tidak di terimalah pertapaan laki padada dengan alasan keris tersebut dipatahkan ketika laki padada tertidur
b)      Batok mangga raksasa
Kemudian setelah kejadian tersebut  laki padada menjelajah  ke Tanjibar dan menemukan sebuah mangga berbiji besar dan berniat untuk menanamnya di kampungnya. Dari sinilah sejarah asal usul batok mangga yang besar tersebut
c)       Kerbau Putih “Tedong buleng”
Dalam perjalanannya  ke suatu  tempat (mencari ujung dunia) LakiPadada ingin menyeberangi sebuah sungai. Pada sungai tersebut terdapat buaya. Setelah menunggu beberapa hari air sungai tersebut tak kunjung surut. Maka datanglah  kerbau putih untuk  menawarkan dirinya. Akhirnya laki padada pun mampu menyeberangi sungai tersebut. Sejak saat itu laki padada berjanji untuk tidak mengurbankan tedong buleng pada setiap acaranya.
d)      Raja-raja  di Sulawesi
Dalam perjalanannya mencari ujung dunia Lakipadada  sakit dan di bawa burung ke Gowa.  Ketika di temukan oleh pemuka di Gowa  Lakipadada diberi makan menggunakan  piring anjing, anjing pun mati. Kemudian Laki padada di beri makan menggunakan piring  kucing, kucing pun mati. Selanjutnya pemuka itu memberinya makan menggunakan piring pembantu dan pembantu itu pun mati. Akhirnya raja memutuskan untuk memberinya makan dengan menggunakan piringnya, dan Lakipadada pun  memakan makanan tersebut. Ia pun berkesimpulan  bahwa orang yang baru ditemukannya itu bukanlah orang sembarangan.  Dan di bawanyalah Lakipadada ke singgasananya.
Pada saat Lakipadada datang istri Raja Gowa itu sedang hamil. Dan ketika akan melahirkan  istrinya mengalami kendala. Sang Raja  meminta bantuan Lakipadada. Lakipadada siap untuk membantu  dengan mengajukan syarat, jika anaknya laki-laki di jadikan saudaranya, dan jika perempuan di jadikan istrinya. Raja pun mengiyakan permintaannya.
Ketika anak raja tumbuh dewasa dan cantik raja tersebut merasa enggan  menjodohkan putrinya dengan laki padada yang jelek.  Raja pun mengajukan pra syarat pernikahan :
Mencangkul tanah seluas ± 10 ha dalam waktu satu malam. Lakipadada pun menyanggupinya dengan bantuan babi-babi hutan maka selesailah ladang itu digarap.Sang Raja pun tidak kehilangan akal.Maka dia menyuruh Lakipadada untuk menanami ladang itu dengan jewawit sebanyak 2 karung.Hal itu dapat diselesaikannya lagi.Namun, ternyata titah ini tidak sesuai yang diharapkan Sang Raja.Maka, disuruhnyalah Lakipadada untuk memungut kembali biji jewawit yang telah ditaburkan tersebut.Lakipadada pun menyanggupinya dengan bantuan burung pipit semuanya dapat terselesaikan tanpa satu biji pun tersisa.
Dengan terpenuhinya pra syarat sebelum menikah yang di ajukan Sang Raja maka tidak ada lagi  cara untuk membantah lamaran laki padada. Mereka pun akirnya menikah dan dikaruniai 4 orang anak. Anak mereka itulah yang akhirnya menjadi penguasa di Sulawesi. Hal ini dibuktikan dengan warisan khas  yang di miliki  raja-raja yang berkuasa tersebut.
a)      Mangasak ri sangala (toraja)
b)      Pattila merang di Gowa
c)      Payung ri Luwu
d)      Mangkau ri Bone
Dari cerita inilah sehigga di simpulkan  bahwa makna kata Toraja (Tau Raja) yang bermakna asal mula raja-raja di Sulawesi.Namun ada juga yang mengatakan bahwa pemberian nama Toraja (Tau Raja) diberikan oleh orang bersuku bugis.Artinya adalah orang-orang yang mendiami dataran tinggi.
8.      Baby Grave
Baby grave secara harfiah berarti kuburan bayi. Baby grave ini di lakukan di pohon tarra’ atau pohon apa saja yang memiliki getah putih seperti air susu ibu. Bayi yang berhak untuk di kuburkan di pohon tersebut adalah bayi yang belum tumbuh giginya.
Dalam prosesi penguburan  posisi bayi dihadapkan ke arah yang berbalik dengan rumahnya agar  ibunya  tidak merasa kehilangan.  Proses penguburan dilakukan dengan bayi berposisi jongkok dengan tanah di kepal dan disilli’/pasindiran atau di masukkan di pohon dengan cara di selip dan ditutup ijuk. Banyaknya pasak dan tingginya letak kuburan menanadakan staratanya brasal dari kaum bangsawan. 

Gambar 1.9

9.      Gunung Nona
Gunung nona merupakan sebuah gunung yang menyerupai alat kelamin wanita, sehingga disebut sebagai gunung nona, menurut cerita masyarakat setempat bahwa gunung nona merupakan sebuah kutukan kepada sepasang kekasih yang tidak direstui oleh orang tuanya, dan kemudian lari dari kampung halamannnya. Dilereng gunung ini dulunya merupakan sebuah sungai, dan sungai ini dijadikan sebagai jalur oleh orang-orang teluk tongkin di dataran cina sampai ke toraja, namun ketika orang-orang tongkin tersebut ingin kembali lagi ke daerah asalnya melalui jalur sungai sebelumnya ternyata air sudah surut, akhirnya mereka pun menetap didaerah toraja, dan untuk mengenang kampung halamannya dibangunlah sebuah rumah yang kepalanya menyerupai perahu, dan inilah yang kita kenal sampai sekarang dengan nama rumah Tongkonan.

Gambar 2.10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar